18/03/09

Pemikiran Orang Biasa

PEMIKIRAN ORANG BIASA
Di HR Galungan ini, saya ingin menuliskan pemikiran saya sebagai orang awan/biasa. Seiring semakin kritisnya kaum muda Hindu yang tidak mau lagi menjalankan ajaran agama Hindu berdasarkan paham ” Mule Keto ” (memang dari dulu begitu/warisan-red) dan berkembangnya aliran-aliran pemujaan, memunculkan suatu pandangan yang menarik minat saya untuk ikut urun rembug menyampaikan pemikiran saya. Pandangan kaum muda yang sempat saya baca (lupa koran apa majalah) adalah kenapa kita mesti buat banten dan ke Pura untuk sembahyang biar mencapai moksa, padahal dengan memusatkan pikiran (yoga) kita bisa mencapai moksa, sehingga tidak perlu repot-repot lagi.

Berikut ini padangan Saya :

Dalam renungan spiritual yang ditulis Bapak Gede Prama diungkapkan bahwa agama/kepercayaan itu diciptakan agar manusia bisa damai, nyaman, tenang (Moksatam Jagadhita Ya Caithi Dharma) sehingga dalam melaksanakan agama dan kepercayaan itu juga dengan cara damai dan cara yang membuat kita nyaman melaksanakannya.

Kemudian dalam Dalam Bab XII Sloka 2 s.d 4 Bagawadgita dinyatakan :
Sloka 2. Mereka yang memusatkan pikirannya kepadaKu, memujaKu, yang selalu harmonis dan terlapis dengan iman yang tertinggi - merekaKu anggap sebagai yogi-yogi yang terbaik.

Sloka 3. Mereka yang memuja Yang Maha Tak Terbinasakan, Yang Tak Terterangkan, Yang Tak Berbentuk, Yang Selalu Hadir, Yang Tak Terpikirkan, Yang Tak Berganti-ganti, Yang Tak Bervariasi, Yang Konstan -

Sloka 4. (Mereka yang memuja dengan cara demikian), menahan indra-indranya, memandang setiap benda secara sama-rata, bahagia dengan kesentosaan setiap makhluk -- mereka pun datang padaKu.

Dalam Bab XII Sloka 5 Bagawadgita dinyatakan :
“ Mereka yang pikirannya terpusat kepada Yang Maha Esa (Yang Tak Berbentuk), berusaha secara susah-payah (untuk mencapaiNya); karena jalan ke arah Yang Maha Esa ini sukar bagi mereka yang memiliki raga. “

Sang Kreshna mengatakan bahwa kedua bentuk methode dedikasi atau pemujaan di atas adalah benar, tetapi dengan memuja Sang Kreshna dalam bentuk manusia itu lebih efisien atau mudah, karena manusia cenderung memilih bentuk yang mudah dimengerti, sedangkan Yang Maha Esa dalam bentukNya yang tak terlihat dan tak berwujud, tentu saja sukar untuk dihayati dan dijangkau oleh rata-rata manusia, apa lagi yang masih gemar akan kenikmatan duniawi, tetapi ini tidak berarti lalu tidak ada manusia yang mampu langsung mencapaiNya (Para Brahman). Sebenarnya dalam sejarah agama Hindu terdapat banyak bukti bahwa banyak sekali individu-individu suci yang mampu menjangkauNya (mencapai Yang Maha Esa) dan bersatu denganNya. Bagaimana pun juga setelah tahap pemujaan kepada Sang Kreshna maka pemuja ini pada kesempatan berikutnya akan diteruskan kepada Sang Brahman juga. Di sini Sang Kreshna bertindak amat demokratis dan fleksibel, la memperbolehkan para pemuja untuk memuja dengan jalan apa saja sesuai dengan keinginan kita.

Didalam sloka selanjutnya disampiakan cara pemujaan kepada Sang Kreshna (Ida Hyang Widhi) yaitu dianjurkan untuk memilih jalan bhakti, karena sebagai manusia yang memiliki raga, jalan ini lebih cepat dan mudah.

Dalam Catur Marga Yoga juga kita kenal jalan untuk mencapai moksa baik moksa di bumi (kebebasan dalam artian bebas penderitaan/kebahagian) maupun moksa setelah kematian (kebebasan dalam artian menyatu dengan tuhan) dengan cara Bhakti Marga dan Karma Marga, yaitu Memuja Ida Hyang Widhi Wasa, Dewa-Dewa, dan Leluhur.

Sebagai manusia biasa maka kita melakukan bhakti kita ke hadapan Hyang Widhi, Para Dewa, dan Leluhur dengan cara yang mudah dan nyaman bagi kita (termasuk saya) yaitu berterima kasih atas karuniaNya dengan mempersembahkan hasil kerja kita lewat ungkapan BANTEN.
Terus terang saya juga tidak begitu mengerti tentang macem-macem banten, tetapi yang saya ingin tekankan adalah rasa nyaman dalam pemujaan ke hadapan Hyang Widhi Wasa dan tetap menghargai jalan apapun yang dipilih oleh seseorang untuk mencapai apa yang menjadi keyakinan agama atau kepercayaannya.

Tidak ada komentar: