“Aget ….. Sing Mati”
(Untung …… Tidak Mati)
(Untung …… Tidak Mati)
Suatu hari sebuah keluarga besar (di Bali disebut Dadia) akan mengadakan kegiatan upacara keagamaan. Karena sebagian besar kaum mudanya merantau maka hari itu semua anggota dadia akan berkumpul.
“Pak Tut … I Wayan mulih sing?” Tanya Ibu Kadek Sri.
(Pak Tut …. I Wayan gak pulang?”)
Pak Ketut menjawab : “Ngorahan mulih di harine ane jani, tapi kayang jani konden teka!”
(”Bilangnya pulang hari ini, tapi sampai sekarang belum datang!”)
Tiba-tiba telp Pak Ketut berbunyi dan ternyata ada kabar dari pihak kepolisian bahwa I Wayan mengalami kecelakaan dan ada di rumah sakit. Maka gegerlah semua anggota dadia yang hadir dalam kegiatan keagamaan tersebut. Kemudian Pak Ketut dan beberapa anggota dadia yang lain menuju kerumah sakit untuk melihak keadaan I Wayan.
“Men kenken keadaane I Wayan Pak Tut?” sergah anggota dadia yang tetap melanjutkan kegiatan keagamaannya ketika melihat Pak Ketut sudah kembali dari rumah sakit.
(“Terus bagaimana keadaan I Wayan Pak Tut?”)
Pak Ketut mengambil air minum sebelum menjawab “Entud batis kanane bered, limane bered, ajak duwurne mejahit kerane bocor mantep di aspale!”
(“Dengkul kanannya lecet, tangannya lecet, dan kepalanya dijahit sebab bocor kebentur aspal!”)
Pak Ketut melanjutkan “Nah .. aget masi sing mati, karena pas labuh ada truck uli depan!”
(“Ya .. syukur gak mati, sebab waktu jatuh ada truck dari depan!”)
Kata terakhir dari Pak Ketut tersebut sering kita dengar di Bali dalam menyikapi suatu musibah atau penderitaan yang lain spt : “Aget sing kenken” (Untung gak apa-apa), “Aget sing mekejang kebakaran” (Syukur gak semua terbakar), “Aget ade be pasih” (Untung ada ikan laut), dan aget-aget yang lain. Penyikapan terhadap segala peristiwa seperti itu tidak hanya ada di Bali, di pulau Jawa atau di manapun ada hal semacam itu.
Dari sikap “Aget” tersebut mencermikan dua hal pokok yaitu :
a. Rasa Ihklas. Kita Ihklas menerima musibah atau penderitaan tsb. Sikap ihklas tersebut kita lakukan karena didasari oleh pengetahuan kita terhadap hukum karma. Kita harus menyadari bahwa segala sesuatu yang kita terima atau alami adalah buah dari karma (perbuatan) kita baik itu perbuatan selama hidup kita sekarang atau buah dari perbuatan kita pada kehidupan sebelumnya. Dengan ihklas menerima semua peristiwa yang kita alamai baik suka ataupun duka, maka hati (hidup) kita tetap bahagia dalam menjalani semua kejadian atau peristiwa hidup ini.
b. Rasa Syukur. Bersyukur atas kejadian di atas artinya adalah walaupun ditimpa duka (kecelakaan) tetapi kita bersyukur masih diberi keselamatan. Untuk rasa syukur di dalam kehidupan yang lain konsep ”Aget” juga berlaku. Dalam hidup pasti ada keinginan untuk lebih baik (baik dalam pangan, sandang, dan papan) tetapi karena keterbatasan kita maka tidak semua keinginan tersebut terpenuhi. Nah dengan konsep ”Aget” tersebut kita masih dapat bersyukur dengan apa yang kita miliki. Seperti kita ingin makan daging tapi karena keterbatasan uang kita hanya bisa beli ikan asin atau ikan laut, tentu kita berujar ” Aget masi ngidaang meli be pasih!”. Dengan bersyukur tersebut hati (hidup) kita akan selalu bahagia dalam berbagai keterbatasan kita. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita dimana kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia. Orang yang "kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki dengan rasa syukur.
Tapi ngomong-ngomong “AGET MASI BISA NULIS DIASTUN ABEDIK!”.
By Kadek Antara (07-07-2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar